Kamis, 07 April 2011

Fender Mirror

Salah satu aksesoris umum di mobil retro adalah penempatan spion pada fender (atau disebut juga spatbaoard). Meski tidak diketahui secara tepat siapa yang menerapkanya terlebih dahulu, tetapi ahli permobilan menyakini bahwa fender mirror pertama kali terpasang di produk mobil Jepang. Pasalnya, peranti ini lebih dikenal sebagai JDM part mobil retro.
Fender Mirror pada mobil Honda 
Fender mirror atau di Tanah Air dikenal sebagai spion tanduk, memiliki nilai plus minus. Sisi baiknya, peranti ini sanggup mereduksi blind spot. Sedangkan minusnya, objek yang tampil dianggap terlalu kecil untuk sebagian pengemudi. Tidak hanya itu, spion tanduk juga susah disetel (meski beberapa spion tanduk memiliki optional elektrik).

Terlepas dari aspek tersebut, menurut kami, spion tanduk merupakan detail 'wajib' untuk sebauah mobil retro. Baik model elektik dan manual, baik model kurus (tiny) hingga kotak (square).
BoNo's

Rabu, 06 April 2011

Fiat 125

Melegenda dengan DOHC

Anda pasti akan tersenyum bila memang pernah memiliki mobil yang satu ini: Fiat 125, sedan keluarga dengan performa sport car (di masanya). Ya, performa itu didapat dari mesin 1.6-liter DOHC (Double Overhead Camshaft) dengan plus karburator twin barrel, yang menghasilkan tenaga 90 hp. Sebuah hal yang langka di zamannya dan konsep ini lantas diadopsi oleh manufaktur mobil lainnya, bertahun-tahun kemudian.

Fiat 125 diperkenalkan pada 1967 di Italia, dan diposisikan sebagai penerus Fiat 1500 (sekaligus donor platform). Lansiran 1967 termasuk jarang populasinya di Tanah Air, namun bukan berarti tidak ada. Beberapa mobil ini yang ditemukan di Indonesia bahkan masih menganut setir kiri, dan menjadi incaran kolektor. 

Versi setir kanan untuk Tanah Air
Merek Fiat, yang sebetulnya merupakan singkatan dari Fabrica Italiano Automobili di Torino, dibawa ke Indonesia oleh Daha Motor pada era '50-an. Kemudian merek ini diambil alih oleh Astra International pada dekade '80-an, dan terakhir dipegang oleh pengusaha Hutomo MP pada dekade '90-an.

Pada tahun 1968, Fiat 125 S bertenaga 100 hp diluncurkan. Tambahan tenaga itu didapat dari modifikasi pada silinder head, camshaft, serta penggunaan karburator yang disediakan oleh Webber (sebelumnya Solex). Kemudian pada 1970, datanglah 125S dengan sedikit perubahan di wajahnya. Lampu sein yang terpasang di sisi luar lampu utama, kini berpindah ke bawah, kemudian lampu belakang yang diposisikan vertikal, diubah menjadi horisontal. 

Jika Anda menemukan Fiat 125 S dengan transmisi 5-speed, tidak usah heran karena Fiat memang membekali 125S generasi 1968-1970 , serta 125 Special mulai tahun 1970-1973, dengan transmisi ini. Sekali lagi, hal ini merupakan terobosan, terutama untuk pasar Indonesia.

Satu hal yang tidak berubah adalah suspensinya. Rangkaian kolong mobil telah menganut sistem independent (depan) dan per daun (leaf spring) di belakang. Meski kombinasi itu tergolong kuno, namun 125 memiliki handling yang cukup baik. Bahkan, para pengamat permobilan (waktu itu) memberikan pujian terhadap pengendalian dan kedinamisan mobil ini. 

Kami beruntung pernah memiliki dua Fiat 125 ini. Yang satu adalah 125 Special tahun 1971, serta 125 S buatan tahun 1968. Keduanya tetap menawarkan kenyamanan khas Eropa: kursi yang empuk, kemudi yang mantap, serta tenaga yang tidak memalukan.
Namun, masalah yang dihadapi selalu sama: kelistrikan.
Denci Sinamleba (kontrib)

Honda Civic SB3

Memiliki body style yang kental nuansa sport. Problema berada di bumper.

Bagi mereka yang menghabiskan masa remaja di era 80'an tentu tak asing dengan Honda Civic SB3 atau mobil yang akrab disapa Civic Wonder Setrikaan. Ya, mobil ini mendapat julukan tersebut karena bentuk bodynya yang mirip dengan alat rumah tangga perapih pakaian tersebut.

Jika dirunut kehadiranya, Honda Civic SB3 memiliki body style yang unik. Hadir sebagai pelengkap dari Honda Wonder sedan, mobil ini tampil dengan bentuk hatcback kupe (sekaligus kupe pertama yang dibuat resmi oleh ATPM). Bagian belakangnya seolah terpangkas mendadak karena efek digunakannya kaca buritan yang rata. Garis fendernya tebal, begitu pula dengan bumper depan belakangnya.
Honda SB 3 dengan velg original


Lewat ATPM kala itu PT. Imora Motor, hatchback ini menggendong mesin 1.3L, bertenaga  71 hp di 6.000 rpm dan torsi 105 Nm di 3.500 Nm. Daya disalurkan transmisi manual 5-speed. Dengan komposisi seperti itu, mobil ini sanggup dipacu hingga 160 kpj. Sebuah angka yang cukup fantastis di tahunnya. Sayangnya, mobil ini sulit dikendalikan mengingat setir belum dibekali power steering.

Honda menerapkan sistem pewarnaan dan lampu sein sebagai identitas tahun pembuatan. Untuk tahun 1984, dibagian tengah bagasi warnanya hitam dan lampu sein samping di dekat fender. Setahun kemudian, warna bagasi menjadi merah, namun posisi sein tetap. Di tahun 1986, warna tengah bagasi kembali hitam, hanya saja lampu sein samping menyatu dengan stoplamp. Lalu, di generasi terakhir 1987, bagian tengah bagasi berwarna merah, lampu sein terintegrasi brakelamp dan disematkan power window serta foot rest disamping pedal kopling.

Karena nuansa sporty juga, tak heran jika mobil ini kerap dipakai untuk balapan. Mulai dari sirkuit Ancol, hingga lintasan relli dipinggiran Jakarta. Tak cuma itu, mobil ini juga kerap wara wiri di  sirkuit “balap liar” Thamrin-Sudirman, Asia Afrika Patal Senayan, dan Menteng-Kuningan.

Kami beruntung bisa memilikinya. Setidaknya, generasi pertama lansiran 1984. Meski tidak dijejali ragam fitur canggih seperti Honda Civic modern, tetapi mobil ini cukup responsif. Sayangnya entah kenapa, seiring umur pemakaian, bumper depan-belakang, akan “turun” atau dengan kata lain “memble” (mirip bibir anak kecil yang mengambek)
BoNo's